Minggu, 10 Oktober 2010

DUALISME ASAS PENULISAN UNSUR SERAPAN DALAM TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA

DUALISME ASAS PENULISAN UNSUR SERAPAN DALAM TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA
Oleh: Risa Rahayu

Ragam Bahasa Baku
Dalam bahasa Indonesia ditemukan sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa merupakan salah satu dari sejumlah variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Variasi itu muncul karena pemakai bahasa memerlukan alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berdasarkan media atau sasarannya, ditemukan ragam lisan dan ragam tulis (Sugono, 1989:10). Halim (1986:5) berpendapat bahwa di dalam ragam tulis ditemukan ragam baku dan ragam tidak baku. Dalam hal ini, yang dimaksud ragam baku ialah ragam baku nasional. Terkait dengan ragam baku ini, ada beberapa pengertian tentang bahasa baku.
1. Bahasa baku atau bahasa standar ialah ragam bahasa yang berkekuatan sanksi sosial dan yang diterima masyarakat bahasa sebagai acuan atau model (Moeliono, 1989:43).
2. Bahasa Indonesia baku ialah ragam bahasa yang mengikuti kaidah bahasa Indonesia, baik yang menyangkut ejaan, lafal, bentuk kata, struktur kalimat, maupun penggunaan bahasa (Junaiyah, 1991:18).
3. Bahasa baku ialah suatu bentuk pemakaian bahasa yang menjadi model yang dapat dicontoh oleh setiap pemakai bahasa yang hendak berbahasa secara baik dan benar (Moeljono, 1989:23).
4. Bahasa baku atau bahasa standar ialah ragam bahasa atau dialek yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat resmi, dan berbicara di depan umum ( Krisdalaksana, 1982:221).
Dari keempat rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa (1) bahasa baku merupakan sebuah ragam bahasa; (2) dalam ragam bahasa baku harus tecermin penggunaan kaidah yang benar; (3) bahasa baku dijadikan acuan atau model oleh masyarakat pemakai bahasa; dan (4) ragam baku digunakan dalam situasi resmi.

Unsur Serapan dalam Bahasa Indonesia
Kita menyadari bahwa tidak setiap penutur bahasa Indonesia berkesempatan yang cukup untuk mempelajari bahasa mereka. Akibatnya, ditemukan banyak kesalahan (ketidakbakuan) dalam praktik kebahasaan mereka. Hal ini juga terjadi dalam pemakaian atau penulisan unsur serapan. Kekacauan penulisan unsur serapan disebabkan sebagian besar pemakai bahasa Indonesia kurang, bahkan tidak memperhatikan kaidah penyerapan ketika hendak menggunakan unsur asing.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa Indonesia dibenarkan apabila konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, atau unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak atau kurang tepat apabila dipakai unsur Indonesianya. Sebaliknya, apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsepnya, penyerapan unsur asing tidak dibenarkan (Muslich, 2009:146). Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988: 422) dijelaskan bahwa sumber istilah ada tiga.
1. Kosa Kata bahasa Indonesia
Kata Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum, baik yang lazim, yang memenuhi salah satu syarat atau lebih berikut ini.
a. Kata yang dengan tepat mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan, seperti tunak (steady) yang bermakna tidak henti-hentinya (bekerja dan sebagainya) atau tetap patuh atau betah (KBBI 2001:1223).
b. Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama, seperti gulma jika dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu.
c. Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk dan yang sedap didengar (eufonik), seperti pramuria jika dibandingkan dengan hostes.
2. Kosa kata Bahasa Serumpun
Jika di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, istilah dicari dalam bahasa serumpun baik yang lazim maupun yang tidak lazim yang memenuhi ketiga syarat yang disebutkan pada poin 1 di atas, misalnya gambut (dari bahasa Banjar) untuk menerjemahkan peat (bahasa Inggris).
3. Kosa kata bahasa asing
Jika dalam bahasa Indonesia maupun bahasa serumpun tidak ditemukan istilah yang tepat, bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap, dan menyerap sekaligus menerjemahkan.
Penyerapan itu tidak menunjukkan bahwa bahasa Indonesia miskin kata. Penyerapan unsur asing merupakan fenomena biasa bagi setiap bahasa. Hal ini terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya; sedangkan kebudayaan pemakai bahasa satu dengan yang lain tidak sama. Pada suatu saat, karena masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan yang lain berkomunikasi maka timbullah akulturasi, yaitu saling berpengaruhnya kebudayaan satu dengan yang lain. Salah satu wujud dari akulturasi itu adalah saling menyerap konsep.
Dalam buku Ejaan Yang Disempurnakan (2009:51) dikemukakan bahwa proses penyerapan istilah asing dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih beberapa hal di bawah ini dapat dipenuhi.
1. Istilah serapan yang dipilih lebih cocok karena konotasinya.
2. Istilah serapan yang dipilih lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya.
3. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya.

Dualisme Asas Penyerapan
Jika kita mengamati kata serapan dalam bahasa Indonesia dengan seksama, ditemukan asas penyerapan yang mendua, yaitu (1) penyerapan yang cenderung berdasarkan bentuk, dan (2) penyerapan yang cenderung berdasarkan ucapan.
1. Penyerapan yang Cenderung Berdasarkan Bentuk
Ciri utama kata serapan yang cenderung berdasarkan bentuk ialah bahwa bentuknya tidak jauh berbeda dengan bentuk kata sumber, penyerapannya bersistem, dan sistemnya cukup jelas ( Sabariyanto, 1999:249). Kata serapan yang cenderung berdasarkan bentuk dapat dipilah menjadi dua, yaitu (1) penyerapan secara utuh, dan (2) penyerapan dengan perubahan yang sistematis.
a. Penyerapan secara utuh
Ada beberapa sumber bahasa asing yang menjadi sumber kata serapan, misalnya bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jawa.
Contoh serapan dari bahasa Arab abad, dan abjad.
Contoh serapan dari bahasa Inggris investor dan atom.
Contoh serapan dari bahasa Belanda afdruk.
Contoh serapan dari bahasa Jawa bungkuk dan macet.
b. Penyerapan dengan perubahan yang sistematis
Kata serapan yang proses penyerapannya dengan perubahan yang sistematis cukup banyak, misalnya di bawah ini.
1) Dalam bahasa Inggris kosa katanya diakhiri dengan konsonan, dalam bahasa Indonesianya diakhiri dengan huruf vocal a.
Contoh:
Kata bahasa Inggris Kata bahasa Indonesia
act akta
legend legenda
2) Bunyi –ief dalam bahasa Belanda atau –ive dalam bahasa Inggris, berubah menjadi if setelah kata asing itu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Kata asing Kata bahasa Indonesia
actief/active aktif
defensief/defensive defensive
3) Bunyi –teit dalam bahasa Belanda atau –ty dalam bahasa Inggris berubah menjadi tas setelah kata asing itu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Kata asing Kata bahasa Indonesia
activiteit/activity aktivitas
imuniteit/imunity imunitas
4) Huruf vokal e akhir kata pada sejumlah bahasa Inggris menjadi huruf
Vokal a setelah kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
Kata asing Kata bahasa Indonesia
adjective adjektiva
curve kurva
5) Dalam bahasa Arab suku pertama berhuruf vokal a, dalam bahasa Indonesia suku pertama berhuruf vokal e.
Contoh:
Kata bahasa Arab Kata bahasa Indonesia
jamaah jemaah
janazah jenazah

2. Penyerapan yang Berdasarkan Ucapan
Kata serapan yang penyerapannya berdasarkan ucapan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) penyerapan yang kurang sistematis, dan (2) penyerapan yang sistematis. Ciri utama kata serapan yang penyerapannya kurang bersistem ialah bahwa bentuknya cukup jauh berbeda dengan kata sumber atau kata asingnya. Ciri kata serapan yang bersistem ialah bentuk kata serapan agak mirip dengan kata sumber, tetapi ada bunyi atau huruf yang membedakannya dengan kata sumber atau kata asingnya ( Sabariyanto, 1999: 252).
a. Penyerapan yang kurang sistematis
Contoh:
Kata asing Kata serapan
beefsteak bistik
gouverneur gubernur
b. Penyerapan yang sistematis
Contoh:
Kata asing Kata serapan
accu aki
imagination imajinasi
Sebagai adanya dua asas penyerapan di atas, timbullah sejumlah kata baku yang penyerapannya ’tidak taat asas’, misalnya seperti berikut.
1. Huruf konsonan g pada sejumlah kata bahasa Inggris ada yang tetap g, ada yang menjadi huruf konsonan j dan s setelah kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
a. Huruf konsonan g yang tetap
Contoh:
Kata bahasa Inggris Kata bahasa Indonesia
detergent detergen
dirigent dirigen
energy energi
ideologi ideologi
b. Huruf konsonan g berubah menjadi j dan s
Contoh:
Kata bahasa Inggris Kata bahasa Indonesia
imagination imajinasi
camouflage kamuflase
2. Huruf konsonan j pada sejumlah kata bahasa Inggris ada yang tetap j ada yang menjadi huruf y setelah kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia.
a. Huruf konsonan j yang tetap
Contoh:
Kata bahasa Inggris Kata bahasa Indonesia
adjective adjektiva
object objek
b. Huruf konsonan j berubah menjadi y
Contoh:
Kata bahasa Inggris Kata bahasa Indonesia
juridical yuridis
jurist yuris
Adanya dualisme asas penyerapan dan banyaknya aturan/ kaidah penyerapn dari bahasa asing ke bahasa Indonesia inilah yang menimbulkan kebingungan para pemakai bahasa Indonesia. Akibatnya timbullah kekacauan penyerapan yang berdampak pada munculnya bentuk-bentuk tak baku dalam praktik kebahasaan ketika harus menggunakan ragam bahasa Indonesia baku. Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak setiap penutur bahasa Indonesia berkesempatan yang cukup untuk mempelajari bahasa mereka. Hal ini pulalah yang menyebabkan timbulnya ketidakbakuan unsur serapan ke dalam bahasa Indonesia.














DAFTAR PUSTAKA

Sungguh, As’ad (penyunting). 2009. Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Pustaka.
Halim, Amran. 1986. “Pembinaan Bahasa Indonesia: dalam majalah Widyaparwa Nomor 28, Tahun 1986. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa.
Junaiyah, H.J. 1991. Masalah Bahasa yang Patut Anda Ketahui I. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Moeljono, St. 1989. Bahasa Indonesia dan Problematikanya. Madiun: Widya Mandala.
Muslich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sabariyanto, Dirgo. 1999. Mengapa Disebut Bentuk Baku dan Tidak Baku? (Kosa Kata) Untuk Anda yang Ingin Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Mitra Gama Widya.
Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Priastu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar