Minggu, 10 Oktober 2010

Karakteristik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Karakteristik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh: Risa Rahayu
PROGRAM PASCASARJANA S-2
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURABAYA
2010



A. Prinsip Pembelajaran Bahasa Secara Umum

Pada prinsipnya, pembelajaran bahasa harus menekankan kepada pembelajaran berbahasa bukan pembelajaran bahasa. Hal ini didasarkan kepada hakikat bahasa yang berfungsi sebagai sarana komunikasi. Hal ini ditegaskan dalam Kurikulum 1994 (Depdikbud 1994) dan tetap dipertahankan pada Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdikbas, 2004), serta pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (kurikulum 2006).
Karena fungsi bahasa yang utama adalah sebagai sarana komunikasi, pedekatan pembelajaran bahasa menekankan aspek kinerja dan atau kemahiran berbahasa dan fungsi bahasa adalah pendekatan komunikatif (Kurikulum 2004).
Dengan demikian, pembelajaran bahasa tidak lagi belajar tentang sistem bahasa, melainkan berpikir bagaimana menggunakan bahasa secara benar sesuai dengan sistem itu. Jadi, secara pragmatis bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi daripada sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang sistem bahasa.
Yulianto (2008:2) mengemukakan bahwa ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengelola pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Pertama, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk lebih banyak memberikan porsi kepada pelatihan berbahasa secara nyata. Pelatihan ini diimplementasikan ke dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Bahasa yang dipakai adalah yang sesui dengan situasi berbahasa, baik secara resmi maupun tak resmi. Dalam situasi resmi menggunakan bahasa yang normatif, sedangkan dalam situasi tak resmi kaidah-kaidah kebahasaan tertentu boleh dilanggar.
Kedua, aspek kebahasaan diajarkan hanya untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Ketika dalam praktik berbahasa, siswa melakukan kesalahan ketatabahasaan, guru ‘menyadarkan’ siswa tentang yang diperbuat. Dengan demikian, porsi ketatabahasaan bukan menjadi yang utama.
Ketiga, keterampilan berbahasa nyata yang menjadi tujuan utama. Untuk mewujudkan hal ini, guru dapat memberikan tugas di luar kelas untuk menjangkau kegiatan berbahasa yang memang memerlukan situasi di luar kelas.
Keempat, membaca sebagai alat untuk belajar. Pelajaran membaca harus dapat menumbuhkan minat siswa untuk menyenangi kegiatan membaca.
Kelima, menulis dan berbicara sebagai alat bereksprsi dan menyampaikan gagasan.
Keenam, kelas menjadi tempat berlatih menulis, membaca, dan berbicara dalam bahasa. Untuk menghadirkan situasi yang senyata-nyatanya di kelas, perlu dilkukan kegiatan bermain peran. Dalam bermain peran inilah, kelas menjadi pusat kegiatan berbahasa.
Ketujuh, penekankan pengajaran sastra pada membaca sebanyak-banyaknya karya sastra. Kegiatan membaca karya sastra harus menjadi bagian kehidupan siswa.
Kedelapan, pengajaran kosa kata harus diarahkan untuk menambah kosa kata siswa. Penambahan kosa kata harus memperhatikan gradasi. Artinya, baik jumlah maupun tingkat kesulitannya harus meningkat.. Pengajaran kosa kata ini dapat diintegrasikan dalam keterampilan berbahasa seperti yang dimaksud dalam kurikulum.

B. Prinsip Pembalajaran Kebahasaan
Kebahasaan diajarkan untuk membetulkan kesalahan ujaran siswa. Dengan demikian, porsi kebahasaan bukan menjadi yang utama.
Yulianto (2008:5) mengemukakan beberapa prinsip pembelajaran kebahasaan. Pertama, pembelajaran komponen kebahasaan merupakan pelatihan pemahaman dan penggunaan bahasa yang bermakna sesuai dengan keperluan komunikasi. Kedua, pembelajaran komponen kebahasaan terintegrasi ke dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Ketiga, pembelajaran komponen kebahasaan tidak menganut tahap-tahap pembelajaran secara linguistik. Pembelajaran sintaksis harus dilakukan secara terpadu berdasarkan wacana yang kontekstual, fungsional, bermakna, dan bermanfaat, bagi siswa maupun lingkungannya.

C. Pembelajaran sastra
Sastra adalah suatu bentuk tanda seni yang bermediakan bahasa. Sastra hadir untuk dibaca dan dipahami serta selanjutnya dimanfaatkan, antara lain untuk mengembangkan wawasan kehidupan. Jadi pembelajaran sastra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi. Oleh karena itu, pembelajaran sastra haruslah bersifat apresiatif (Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus Silabus dan Penilaian, Mata Pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia).
Dari maksud pembelajaran sastra di atas, dapat diketahui bahwa muara akhir pengajaran sastra adalah terbinanya apresiasi dan kegemaran terhadap sastra yang didasari oleh pengetahuan dan keterampilan di bidang sastra.
S. Effendi (dalam Aminudin, 2004:35) mengatakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dari pendapat tersebut dpat disimpulkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya.
Pembelajaran apresiasi sastra merupakan bagian integral dari pembelajaran komponen pemahaman bahasa. Artinya, pembelajaran sastra terpusat pada pemahaman, penghayatan, dan penikmatan atas karya sastra. Prinsip-prinsip pembelajaran apresiasi sastra yang perlu diperhatikan sebagai berikut.
1. Pembelajaran sastra dapat meningkatkan kepekaan rasa terhadap budaya bangsa, khususnya bidang keseniaan.
2. Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan keterampilan pengajaran karya estetis melalui bahasa.
3. Pembelajaran sastra bukan merupakan pengajaran sejarah sastra, aliran, dan teori tentang sastra.
4. Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan dari karya-karya tersebut.

Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasikan karya sastra berkaitan erat dengan pelatihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.





Daftar Pustaka

Aminudin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar baru Algesindo.
Depdikbud. 1994. Kurikulum 1994: GBPP SMU Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta.
Depdiknas, Dirjen Pendasmen. 2004. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan: Standar isi. Jakarta.

Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaraan Bahasa dan Sastra. Surabaya:SIC.
Yulianto, Bambang. 2008. Aspek Kebahasaan dan Pembelajarannya. Surabaya:Unesa University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar